LATAR BELAKANG
Penduduk suatu negara atau daerah bisa didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu[1]. Penduduk merupakan salah faktor penting perkembangan sebuah negara karena tanpa penduduk negara tidak akan terbentuk, sebab penduduk merupakan faktor penting lainnya selain dari wilayah.
Pertumbuhan atau pertambahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kelahiran dan urbanisasi. Kedua faktor ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab tidak seimbangnya laju pertumbuhan ekonomi dan sosial, ketidakseimbangan tersebut dapat terjadi apabila angka laju pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah tidak seimbang dengan angka laju pertumbuhan ekonomi dan sosial pada wilayah tersebut. Selain itu, masih adanya disparitas pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan yang juga merupakan salah satu penyebab terjadinya arus migrasi dari satu wilayah yang lain.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode 2000-2010 lebih tinggi dibanding periode 1990-2000. Laju pertumbuhan penduduk 2000-2010 mencapai 1,49 persen atau lebih tinggi dibanding periode 1990-2000 yang hanya mencapai 1,45 persen[2], sesuai dengan hasil sensus tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,56 juta orang. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan 237,56 juta orang dibutuhkan lahan produktif untuk tanaman padi seluas 13 juta ha, namun saat ini lahan padi yang diolah seluas 7,7 ha[3], jika pertambahan penduduk setiap tahunnya sebesar 1,49% atau bahkan melebihi, maka dengan sendirinya akan mendatangkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kelaparan, kekumuhan kota, berkurangnya daya dukung lahan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Banyak ahli telah berpendapat dengan masalah pertumbuhan penduduk ini dan menjadi perdebatan diantara mereka sendiri. Beberapa diantara mereka ada yang mendukung teori korelasi pertumbuhan penduduk dengan pembangunan, namun ada juga sebagian dari yang mengasumsikan bahwa ini adalah pembalikan fakta dari kegagalan ekonomi bangsa. Teori yang paling klasik yaitu Malthus yang mengemukakan bahwa jumlah penduduk senantiasa bertambah banyak sedangkan pertumbuhan produksi tidaklah banyak sehingga salah satu solusi terbaik adanya pengendalian jumlah penduduk. Malthus khawatir terhadap dampak pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun sebenarnya bisa menjadi asumsi bahwa pertambahan penduduk bisa memicu proses industrialisasi.
Namun teori ini sangat tidak relevan apabila diterapkan pada negara-negara berkembang dan terbelakang karena adanya perbedaan yang sangat mendasar dengan kondisi negara-negara maju. Situasi politik yang tidak menentu, disparitas pembangunan antara wilayah yang satu dengan yang lainnya dan tingginya pertumbuhan penduduk dianggap sebagai penghambat pembangunan ekonomi, hal seperti ini juga terjadi di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka akan timbul pertanyaan apakah pertumbuhan penduduk yang terjadi saat ini di Indonesia didukung oleh sistem ketahanan pangan yang baik?
PEMBAHASAN
Manusia sebagai mahluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interkasi tersebut akan terganggu apabila daya dukung yang tersedia bagi manusia sudah mencapai ambang batas, hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi dikarenakan jumlah penduduk yang telah melebihi kapasitas sehingga menyebabkan terjadinya dampak lingkungan dan dampak sosial bagi manusia itu sendiri.
Dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk adalah makin berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain terkonversinya lahan pertanian yang ada menjadi permukiman penduduk sehingga menurunnya produksi pangan. Selain itu, masalah lain yang dapat ditimbulkan adalah akan makin banyaknya pemukiman kumuh (smelter) dikarenakan oleh berkurangnya daya dukung lahan yang digunakan untuk pemukiman, hal ini juga akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius karena kurang layaknya lingkungan dan sanitasi yang ada. Efek lain yang akan ditimbulkan yakni meningkatnya biaya pembangunan kesehatan yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Hal ini semua dikarenakan makin banyaknya penduduk pada suatu wilayah maka permintaan akan lahan akan semakin meningkat karena lahan atau ruang tidak bertambah sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang mendiaminya[4]. Selain masalah tersebut, akan timbul juga masalah polusi udara karena tingkat polusi bergerak seiring dengan pertambahan jumlah penduduk disuatu wilayah. Polusi ditimbulkan oleh asap kendaraan yang jumlahnya semakin bertambah. Dampak lainnya yang akan timbul adalah masalah sampah yang tidak dapat terselesaikan juga merupakan sumber polusi bagi kesehatan masyarakat.
Dampak sosial yang akan dialami adalah keterbatasan ruang, saling dempet, himpit, rebut, kesemerawutan adalah sebagai akibat kelebihan beban (overload), kelebihan beban berbanding searah dengan tekanan (pressure) yang akan ditimbulkannya. Semakin besar kelebihan beban, maka semakin tinggi tingkat tekanan. Tekanan berhubungan langsung dengan ketahanan (defense). Keseimbangan antara tekanan dan ketahanan dapat menimbulkan kekuatan (survival). Ini baik, sifatnya akselarasi dalam pembangunan. Namun jika tekanan melampaui batas ambang toleransi, dapat menimbulkan frustasi yang diwujudkan dalam bentuk berbagai macam kerawanan sosial. Seperti mudahnya terjadi konflik, meningkatnya angka kriminalitas, tindakan anarkis. Semua itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan berbagai sumberdaya (resources availability) yang berbanding terbalik dengan jumlah pengguna dan pemakai, menimbulkan berbagai cara kompetisi untuk mendapatkannya[5].
Untuk dapat bertahan hidup masyarakat akan melakukan berbagai macam cara, baik itu yang berupa ekonomi subsisten maupun bukan, cara yang ditempuh ini sangat mungkin akan menimbulkan potensi konflik karena adanya kerawanan sosial yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara keterbatasan dan ketidakmampuan untuk berkompetisi secara sehat. Kerawanan sosial ini akan menghambat pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah karena pemerintah kehabisan energi untuk menyelesaikan masalah kerawanan sosial yang terjadi tersebut.
Thomas R. Malthus dalam teorinya mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung. Untuk keadaan Indonesia dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% dan ketersediaan lahan untuk tanaman padi seluas 7,7 ha, hal ini sangat tidak menguntungkan jika kembali pada teori Malthus. Teori tersebut menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk, sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksikan bahwa suatu saat lahan pertanian di Indonesia akan hilang. Disebabkan karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk.
Namun tidak selamanya teori Malthus benar, karena ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dari teori ini, Malthus menekankan terbatasnya persediaan tanah, akan tetapi dia tidak menyadari adanya keuntungan besar dari pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu meningkatnya metode-metode teknologi pertanian sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian menurut deret ukur. Malthus juga tidak mempertimbangkan kontrol fertilitas setelah perkawinan.
Berdasarkan pada teori Malthus pembatasan pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Preventive Check dan Positive Check, yang dimaksud dengan preventive check adalah tindakan pencegahan yang dilakukan dengan menunda perkawinan, pengguguran kandungan dan pengekangan diri atau moral restrain serta penggunaan alat kontrasepsi. Sedangkan positive check adalah tindakan yang dilakukan lewat proses kelahiran. Namun, menurut Karl Marx, tekanan penduduk disuatu negara bukanlah tekanan terhadap bahan makanan akan tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (seperti yang terjadi di negara-negara kapitalis). Menurut pandangan Lenin untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, dia menyarankan untuk melegalkan aborsi dan penggunaan alat kontrasepsi sebagai hak dari setiap perempuan untuk mengendalikan tubuh mereka dan juga bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Marx juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi jumlah produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu dilakukan pembatasan penduduk. Karl Marx adalah orang menentang teori Malthus, prinsip yang terbangun dalam pemikiran Marx adalah tidak ada aturan yang bersifat umum untuk kependudukan (Population Laws). Menurut dia, kondisi penduduk sangat tergantung pada kondisi sosial dan ekonomi suatu daerah. Perbedaan fertilitas dan mortalitas ditentukan oleh variasi tingkat kehidupan, perbedaan ini akan hilang apabila kekayaan didistribusikan secara merata kepada masyarakat. Ketidaksetujuannya terhadap teori Malthus adalah tentang pertumbuhan bahan makanan, Marx mengatakan bahwa ide tersebut tidak benar selama tidak ada alasan untuk curiga bahwa sains dan teknologi mampu meningkatkan produksi bahan makanan atau barang-barang lainnya sama seperti pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan pemikiran para ahli tersebut apabila dikaitkan dengan keadaan di Indonesia, maka produksi pangan yang mampu menjamin kebutuhan penduduk merupakan persoalan yang serius. Meskipun selama 2 tahun terakhir dilaporkan swasembada beras dapat dicapai kembali namun untuk jangka panjang masih menjadi pertanyaan besar. Salah satu solusi dalam peningkatan produksi pangan adalah peningkatan areal dan produktifitas. Meskipun hal tersebut telah dilakukan dengan berbagai strategi namun data menunjukkan masih jauh dari cukup. Selama 5 tahun terakhir (2004-2008), areal panen padi hanya meningkat 0,47 juta ha dengan komposisi 11,92 juta ha tahun 2004 menjadi 12,39 juta ha tahun 2008. Dari segi produktifitas mengalami peningkatan 0,32 ton/ha dengan komposisi 4,54 ton/ha tahun 2004 dan 4,86 ton/ha tahun 2008[6].
Data-data statistik yang telah dijelaskan di atas sebenarnya menggambarkan betapa rentannya sistem ketahanan pangan nasional di negara kita yang pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup besar. Mungkin ini yang dimaksud dengan teori perangkap pertumbuhan penduduk Malthus, meskipun Marx berpendapat beda akan tetapi keadaan negara yang dimaksudkan oleh Marx sangat jauh berbeda dengan kondisi Indonesia.
Permasalahan pertumbuhan penduduk ini merupakan pekerjaan rumah yang harus segera ditangani oleh pemerintah sebelum menjadi semakin kronis, dalam catatan sejarah Indonesia pernah mengalami ledakan penduduk sehingga saat ini sangat diperlukan penanganan secara serius dari pemerintah. Untuk menghadapi persoalan ini diperlukan pemikiran dan rencana aksi bersama melalui pendekatan institusi/keahlian guna mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan nasional.
Melihat kondisi dan keadaan yang terjadi pada saat ini, perlu menjadi perhatian bersama bahwa kebijakan dan pengadaan pangan yang diberikan harus tepat sasaran, hingga implementasinya memiliki nilai dalam mewujudkan pemenuhan pangan dan keberlangsungan hidup bangsa. Selain itu, juga perlu dilaksanakannya kembali kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengendalian pertumbuhan penduduk yang pada masa orde baru pernah dilakasanakan yaitu Program Keluarga Berencana. Yang mana program ini sejak era reformasi mulai bergulir sudah hampir tidak kedengaran lagi gaungnya meskipun lembaga yang diberikan tanggung jawab untuk mengurus program ini masih tetap ada.
Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 237,56 juta orang menjadikan Indonesia sebagai negara ke 4 dengan jumlah penduduk terbanyak. Jumlah penduduk yang semakin besar ini membawa sejumlah tantangan bagi bangsa untuk bekerja lebih keras dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan pekerjaan, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kemiskinan, infrastruktur dan memberikan pelayanan publik. Semua hal ini dapat dilaksanakan dengan baik apabila adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mengelola pertumbuhan penduduk ini dengan secara baik sehingga apa yang telah dicita-citakan bersama yaitu meningkatkan derajad hidup bangsa Indonesia dapat terwujud.
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, seprti menggalakkan kembali program Keluarga Berencana yang sempat terhenti dan mulai dilaksanakan lagi pada tahun 2007, melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada semua aspek kehidupan bangsa baik itu pada bidang pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur dan pemberian pelayanan publik sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian khusus pada bidang pertanian dengan meningkatkan produksi dalam negeri serta tidak berorientasi ekspor sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi, pemberdayaan petani serta diversifikasi produk pangan dengan mengembangkan benih lokal dan pangan lokal. Begitupun juga pada bidang energi, perlu dilakukannya pengamanan sumber energi nasional serta pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan, menyediakan lahan untuk permukiman penduduk dan juga mengendalikan dampak lingkungan yang akan timbul.
Oleh karena itu, sangat beralasan kalau saat ini pemerintah harus mendukung konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan dan pengembangan manajemen pertanian secara lebih komprehensif. Secara eksplisit konsep ini terkait dengan program kebijakan kependudukan bagi peningkatan kualitas, proses pengedalian pertumbuhan, acuan untuk menyeimbangkan antara aspek kualitas-kuantitas kependudukan, mobilisasi penduduk secara global dan jaminan ketersedian alam bagi peningkatan kesejahteraan, termasuk juga akumulasi pembangunan pertanian-pangan untuk memacu hasil produksi pangan secara berkelanjutan. Hal ini mengacu pada pemahaman bahwa mutualisme interkasi antara kependudukan, proses kontuinitas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta jaminan lingkungan harus bersandar pada filosofi bahwa manusia merupakan faktor utama dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
KESIMPULAN
Berdasarkan dengan pembahasan yang telah dilakukan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Tingkat pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia cukup tinggi sehingga perlu didukung dengan sistem ketahanan pangan yang baik untuk mencegah terjadinya masalah-masalah sosial;
- Data-data statistik yang telah diungkapkan menggambarkan bahwa sistem ketahanan pangan Indonesia sangat tidak mendukung terjadinya pertumbuhan penduduk yang berlebihan;
- Food Trap seperti yang diungkapkan oleh Malthus mungkin akan terjadi di Indonesia apabila kebijakan pembangunan kependudukan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak dibarengi dengan kebijakan ketahanan pangan yang baik;
- Apabila kita merujuk pada teori yang diungkapkan oleh Marx bahwa pertumbuhan penduduk tidak berhubungan langsung ketahanan pangan akan tetapi secara langsung berpengaruh pada penyediaan lapangan kerja, untuk keadaan Indonesia sekarang teori dari Marx maupun Malthus tidak dapat disalahkan kedua-duanya akan tetapi apa yang telah digambarkan oleh mereka sebenarnya dalam waktu yang tidak terlalu lama akan terjadi di Indonesia.
- Haryati, Sri dan Yani Ahmad., Geografi Politik, PT. Refika Aditama, Bandung, November 2007
- Koran Republika, 19 Oktober 2010
- Southeast Asian Food and Agricultural Service and Technology (SEAFAST) Center IPB., Ketahanan Pangan dan Perspektif Kebijakannya.
- Ahab, Peter., Penataan Ruang dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Kupang Timur., Tesis., Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009
- Anonim., Kajian Teori Malthus terhadap Populasi dan Pangan (Studi Kelembagaan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan), Makalah, 20 Juni 2010
- Subejo., Perangkap Malthus : Pertarungan Ledakan Penduduk dan Pangan, The University of Tokyo Departement of Agricultural and Resource Economic, 17 Mei 2009.
0 komentar:
Post a Comment
BERKOMENTAR SESUAI PERLUNYA. MEMPUNYAI PERTANYAAN ATAU PERMINTAAN, SILAHKAN KOMENTAR