Wednesday, 12 June 2013

Kategori:

Cerpen Sedih Banget Dika Sayang Ayah

Cerpen Sedih Banget Dika Sayang Ayah - Kumpulan cerpen sedihcerpen pendidikan, cerpen anak, Cerpen romantis. Bagi temen-temen ini cerita pendek yang pantas untuk dibaca dan direnungi untuk kita semua... Cerpen ini mengisahkan atara anak dan ayahnya berikut kisah Cerpen Sedih nya...
Cerpen Sedih Banget Dika Sayang Ayah

Dika Sayang Ayah

“Sudah berapa kali aku katakan, bawa jauh-jauh anak cacat itu dari hadapanku,” Seorang lelaki berkata kasar pada seorang perempuan dan anak kecil yang menangis dalam pelukannya, Perempuan itu memeluk erat anak semata wayangnya yg ketakutan.

“Cukup Ray, kau tak perlu berkata kasar seperti itu,”Perempuan itu berkata tak kalah keras membuat lelaki yg terduduk dikursi ruang tengah itu menatapnya tajam, kemudian perempuan itu melanjutkan perkataannya,”biar bagaimanapun juga, ingatlah dia anakmu.”

“Haha, jangan bermimpi aku tak sudi memiliki anak cacat sepertinya,”Lelaki itu menghisap rokok yang baru dinyalakannya dan mengacuhkan keduanya.

“Kau benar-benar tak berhati,”Perempuan itu berkata sambil membawa anaknya menjauh dari suaminya. Nampak wajah kecewa sang istri akan sikap suaminya itu.

Ray dan Ria adalah pasangan suami istri yang hidup berkecukupan yang menetap dijakarta, dua tahun menjalani rumah tangga, akhirnya hadir buah hati ditengah kesunyian mereka, Andika Muhammad Navaro, atau Dika, ia lahir secara premature, dan saat lahirpun suatu keanehan terjadi, bayi mungil itu lahir tampa tangis, dan itu membuat Ria khawatir setelah melalui pemeriksaan ternyata anak mereka dinyatakan Bisu, sejak mengetahui bahwa Dika bisu, sikap Ray seketika berubah, entah malu atau apa, ia sama sekali tidak ingin mengakui Dika sebagai anaknya, walau begiitu Ria sangat menyangi Dika, baginya dika adalah Senyum untuknya.

Dika kini telah tumbuh menjadi anak yang tegar, usianya kini beranjak delapan tahun, walau bisu tapi ia tak pernah mengeluh, justru ia sangat ramah pada semua orang, hanya senyum yang selalu ia berikan pada mereka, senyumnya lebih dari sebuah kata yg terucap,Karena itu Dika sangat disayangi oleh para tetangga dan ia memiliki banyak teman.

Dengan berat hati Ria membawa Dika menjauh dari ayahnya,digenggmanya erat tangan dika yang kedinginan,Ria menuntun Dika berjalan kekamarnya dan membantunya berbaring diranjang, dengan cinta Ria mencium kening Dika yang mulai memejamkan matanya.
“Maafin mama Dika,apapun yang terjadi Dika harus selalu ingat, bahwa mama akan selalu ada disamping Dika,menjadi seseorang yg selamanya menyayangi Dika,” Ria meneteskan air matanya sambil terus mengelus rambut hitam Dika yang mulai tertidur.

========================

Dika berjalan seorang diri menuju Ruang tengah, malam ini seperti malam sebelumnya ia tak bisa tidur cepat,padahal waktu telah menujukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi matanya masih sulit ia pejamkan, karena itu ia lebih memilih untuk menuntun televiisi saja diruang tengah.

Seketika langkahnya terhenti ketika melihat ayahnya tertidur pulas di depan televisi, Dika mengampirinya dan menatapnya dalam-dalam, seketika senyum terurai dari bibir tipisnya.

“Ayah Dika ganteng yah Tuhan,” hati kecil Dika berkata sambil menatap ayahnya yang tertidur pulas diruang tengah.

Dika menatap sekeliling mencari sesuatu,tapi Dika berjalan balik kearah kamarnya dan kembali lagi keruang tengah dengan selimut ditangannya.

Pelan-pelan Dika menyelimuti sang Ayah yg masih tertidur, lalu dika membersihkan beberapa bedu rokok yang terjatuh dilantai dan membuangnya keasbak dimeja samping.

Sudah beberapa minggu terakhir ini, Ray lebih memilih untuk tidur diruang tengah ketimbang dikamarnya bersama Ria, sepertinya keduanya masih saling marahan dan enggan meminta maaf. Dika tak tau mengapa sang ayah selallu tidur diruang tengah, saat ia mencoba menanyakan itu pada ibunya, dengan lembut ibunya menjawab,”Ayahmu harus mengerjakan beberapa pekerjaan, dan ia tak ingin mengganggu tidur ibu, karena itu ia selalu tertidur diruang tengah, karena kelelahan.”

==============================

Diary Dika (8thn)
Tuhan,mengapa tuhan menciptakan dika jika dika tak sempurna seperti mereka??
Dika tau Dika tak boleh menyesali apa yang telah dika miliki,bunda selalu ngajarin Dika agar selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki,walaupun itu tak seindah milik orang lain.

Dika gak sedih kok tuhan, Tuhan bisa lihat dika tersenyum sekarang, ini tulus loh J
Kalau dika sedih, bunda pasti sedih, karena itu dika akan selalu tersenyum didepan Bunda.
Tapi tuhan, apa suatu saat nanti ayah akan mencintai Dika,?
Kalau iya, kapan?

Dika udah gak sabar pingin ngerasain dipeluk ayah,dianterin ayah sekolah, dan main bola bareng ayah seperti anak lainnya.
Suatu saat nanti itu semua akan terwujudkan Tuhan??
Walaupun ayah benci Dika, sampai kapanpun Dika akan selalu mencintai ayah.

Dika sayang ayah..

==============================

Diary Dika (9THN)
Tuhan apa segitu bencinya ayah sama Dika,?
Lalu kenapa ayah begitu membenci Dika??

Apa Dika punya salah sama ayah, kalau iya Dika akan tulus minta maaf kok,Kalau memang kehadiran Dika buat ayah susah, Dika rela kok tinggal bareng tuhan,ambil ajah nyawa Dika, asal ayah gak benci lagi sama Dika.

Dika mau sekali ajah ayah peluk Dika saat dika ketakutan dan bantuin Dika ngerjain PR yang menurut Dika susah.
Tuhan apa mimpi Dika akan terwujud??

“Dika, kamu butuh uang untuk beli sesuatu?”Tanya Ria sambil menatap Dika yang mengangguk.
Ria menghentikan memotong sayur dan menatap Dika yang berdiri disampingnya.
“Memang uang itu untuk apa?”Tanya Ria lembut membuat Dika terdiam sejenak.

“A..A..A..” Dika mencoba menjawab pertanyaan sang bunda membuat Ria menatapnya gemas.
Ria tersenyum tipis mencoba mengerti apa yang ingin diutaran Dika,”Kamu butuh berapa?”Ria menatap Dika yang mulai berhitung dengan jemari tangannya.

Dika mengangkat lima jari tangan kanannya keatas dada dan bulatan dijari tangan kirinya,” i..aa.. a...us..”
Ria mencoba menerka angka yg tercipta dijemari keduatangan Dika,”Lima ratus ribu?” Tanya Ria membuat Dika mengangguk cepat.

Ray mencari sepatu hitamnya dideretan sepatu yang terpanpang disudut ruangan..
“Ria, sepatu kerjaku Mana?” Tanya Ray setengah berteriak pada Ria yg sedang memasak didapur,
Terdengar samar2 sahutan dari dapur,” Bukannya sepatu kerja kamu udah rusak,”

Jawaban Ria itu membuat Ray menarik nafas panjang.. bagaimana ia bisa lupa, untuk membeli sepatu kerja yang baru, kalau begini bagaimana bisa ia berangkat kekantor.
“U..at.. a..yah...” Dika menyodorkan sebuah kotak sepatu ke arah Ray yg menatapnya tajam.

Ditatapnya kardus sepatu hitam yg kini berpindah ketangannya.
“nyuri dimana kamu?” Pertanyaan Ray membuat Dika mengelengkan wajahnya cepat.
“I..KA.. A..U..LI..” Kata2 Dika membuat Ray menatapnya tajam.
Seketika sebuah tamparan mendarat tepat dipipi putih Dika,” sejak kapan, kamu belajar jadi pencuri huh?” teriak Ray keras membuat Dika menunduk.

“Ray, apa-apan kamu,” Ria menghampiri keduanya dan menatap dika yg menunduk.
“Liat anak kamu, masih kecil udah belajar jadi pencuri,” Ray mendorong tubuh kecil dika hingga terjatuh.
“Cukup Ray, jaga kata2 kamu, Dika gak mungkin mencuri.”
“Kalau begitu dari mana, dia bisa dapat uang sebanyak itu buat beli sepatu, huh?”

Ria menahan amarahnya dan membantu Dika berdiri,”asal kamu tau, uang itu aku yang kasih, dan aku gak pernah menyangka kalau uang yg aku kasih itu dika gunakan untuk membeli sepatu kerja untuk kamu,”
Ray menatap Ria tajam yg masih bicara.

“Dan kamu tau berapa harga sepatu itu, lima ratus Ribu, aku hanya memberi dika tiga ratus ribu dan sisanya Dika ambil dari uang tabungan dia, dika rela gak jadi beli robot-robotan demi beliin sepatu kerja baru buat kamu, dan kamu masih bisa-bisanya bilang kalau dika itu pencuri.”

Ray mengembalika kardus sepatu ketangan Ria,” hari ini aku bolos kerja, dan bilang sama anakmu, berhenti bersikap baik padaku, karena aku tak butuh semua itu,” Ray berkata sambil berlalu dari hadapan Ria dan Dika. Ria mengelus pelan pipi Dika yg seketika memerah akibat tamparan Ray.
“Maafin ayah kamu yah?”
Dika hanya mengangguk dan lagi-lagi ia tersenyum. Dika adalah senyum kebahagian Ria, sekarang dan selamanya.

=====================================================

Diary Dika (10thn)
Tuhan, hari ini Dika kenaikan kelas,Dika senang banget karena dika juara kelas,makasih yah tuhan, karena tuhan dika jadi semakin disayang sama bunda. Walaupun ayah gak datang waktu pembagian rapot,tapi Dika cukup senang kok, setidaknya nanti dirumah Dika bisa kasih tunjuk ayah nilai rapot Dika. Biar ayah bangga dan gak benci lagi sama Dika.

“Bunda bangga sama kamu Dika,”Ria berkata sambil menciumi rambut hitam Dika. Dika tersenyum senang.
Mereka telah tiba dirumah, tak sabar rasanya Dika ingin memberitaukan ayahnya bahwa ia juara kelas.
Dika mencari ayahnya disemua ruangan tapi ia tak mendapati Ray dimanapun, Dika terduduk sedih diruang tengah.

“Tuhan ayah Dika dimana?, kenapa ayah pergi padahalkan Dika mau ngasih tunjuk ayah hasil rapot Dika..” Dika menatap sedih rapot merah ditangannya.
Tak beberapa lama, Ray tiba dari arah timur, Dika tersenyum menyamut kedatagan sang ayah yang telah dinantinya sedari tadi.

Dika berdiri dari duduknya, ditaruhnya rapotnya dimeja samping, Dika menyalami tangan sang ayah yang menatapnya tajam, dituntunnya sang ayah higga tepat didepan kursi panjang.
Ray terduduk, espresi wajahnya masih datar, Dika membantunya membukakan sepatu dan juga jas yang Ray kenakan.

Dika berlalu dengan memegang sepasang sepatu ditangan kanannya dan jas hitam ditangan kirinya, mencoba menaruh jas dan sepatu itu ditempat biasa.
Sepergian Dika, Ray menatap Rapot merah disampignya. di raihnya rapot itu dan mulai memperhatikan setiap nilai yang tertera disana.

Tak ada nilai merah satupun, tapi tetap saja espresinya tak berubah.
Dika kembali degan secagkir kopi ditangannya, cangkir itu seraya ia letakkan diatas meja. Dika menatap sang ayah yang sedang memeperhatikan nilai Rapotnya, iapun tersenyum senang.

“Tuhan, sebentar lagi pasti ayah Dika bakal bangga sama Dika,” hati kecilnya berkata riang, tak sabar ia menunggu sang ayah mengatakan sesuatu untuknya.
Ray menutup Rapot ditangannya dan menatap Dika yang telah anteng duduk disampingnya.

“Kamu nyontek lagi?” pertanyaan Rya itupun seketika membuat Dika menggeleng.
Ria tiba menghampiri sang suami dan anaknya, “Ray, kamu gak ucapin selamat buat Dika?” Ria berdiri didepan Ray yang masih terduduk, sebetika Ray menatapnya tajam.

“Untuk apa, tak ada yang perlu dibanggakan dari hasil sebuah contekan.” Ray meraih sebutung rokok dari kemeja putihnya. Ria menatapnya geram.

“Dika tidak menyontek,nilai itu hasil kerja keras dia sendiri,” Bela Ria keras.
Dika menunduk, harapannya untuk membuat ayahnya bangga ternyata gagal lagi.
Setiap tahun memang selalu itu yang ray katakan, saat Dika mendapat nilai plus.
Mencontek??? Ray selalu bertanggapan bahwa hasil plus yang didapatkan Dika adalah hasil contekan,
“Dia itu Bisu, gak mungkin dapat nilai plus kalau tidak hasil contekan,” Timbal Ray lagi,

======================

Dika terduduk dibangku panjang lapangan sekolahnya.. ditatapya sekeliling, diriya yag tak sempurna dalam berucap, membuat sang bunda menyekolahkannya disekolah khusus anak-anak tak sempurna sepertinya atau lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa.

Anak-anak itu sama sepertinya, sebagian ada yang bisu, atau mungkin keterbelakangan mental, tapi satu yang membuat Dika sedih, megapa mereka masih bisa tersenyumm riang dan bercada gurau bersama sang ayah, sementara dirinya tidak??
Sebuah bola bundar dipeluknya erat, sesekali ia megkrucutkan bibirnya, ia ingin seperti mereka bermain bersama sang ayah dan tertawa riang..

“Ayah, wahyu gak bisa,” Seorang anak dengan tongkat ditangannya sebagai penyaggah kakinya yang tak sempurna atau lumpuh berkata pada sang ayah yang sedang mengajarinya menendang bola dengan kaki kirinya.

“Kalau wahyu berusaha pasti wahyu bisa,ayah selalu disini untuk Wahyu,” sang ayah tak henti-hentinya menyemangati sang anak yang mengangguk.
Wahyu berusaha mecoba, menendang bola didepannya dengan kaki kirinya, tapi bola itu tak bergerak dan justru Wahyu yang terjatuh.

“Wahyu!!” Sang ayah menghampiri sang anak cemas, diraihnya tangan mungilnya dibantunya berdiri, kemudian sang ayah mengobati luka dilutut kaki wahyu yang kesakitan.
Dika mengalihkan padangannya, menengok kekiri, pemadangan itu hanya membuatnya iri.

“Cinta ingin ice Krim?”
Lagi-lagi kemesraann ayah dan anak terlihat jelas didepan matanya.
Anak perempuan seusianya yang tak dapat melihat hanya mengangguk pelan mendengar pertanyaan sang ayah yang meggenggam tangannya.

“Dua yah, stawberry dan vanila,” Cinta berkata Riang pada sang ayah yang tersenyum.
Lagi-lagi Dika membuang nafasnya berlahan, setiap hari memang inilah yang selalu dilihatnya setiap kali tiba disekolah.
Tuhan, kapan Dika bisa seperti ,mereka, bermain bola bersama ayah dan ayah membelikan Dika ice krim??
Apa Dika dosa tuhan, jika Dika iri sama mereka???

Dika melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar orangtuanya, bola bundar itu masih dalam dekapannya, rencananya Dika ingin mengajak sang ayah bermain bola, siapa tau kali ini ayahnya tak menolak seperti kemarin-kemarin.

Dika telah tiba didepan pintu kamar, menatap kedalam ruangan yag kebetulan terbuka, dilihatnya sang bunda dan ayahnya yang sedang berdebat. Dika terdiam dan mendengarkan setiap kkata yang mereka debatkan.

“Sampai kapan kau akan sekejam itu pada Dika, ingatlah Ray dia itu anakmu,” Ria berkata keras, ia menatap Suaminya yang berdiri memebelakanginya.
Kedua tangan Ray ia tekuk da letakka didada, “Sudah berapa kali aku katakan, anak bisu itu bukan anakku.”
Mata Dika berkaca-kaca saat pendengar perkataan Ray itu, Bola dalam genggamannyapun terjatuh seketika.

“Tapi Dika sangat mencintaimu, aku mohon jangan lukai Dika lagi Ray,” Suara Ria mulai bergetar, tapi Ray tak peduli, hati dan perasaannya tetap enggan mengakui Dika sebagai anaknya.

“Aku tak butuh semua perhatiannya, Dia itu bisu, apa yang bisa kubanggakan dari anak bisu sepertinya, dia hanya membuatku susah.”

“Ray, kau sungguh tak berhati.” Ria mengepalkan tangannya kesal, ingin sekali ia meampar wajah suaminya itu, tapi ia tak mampu.

“Katakan padanya untuk berhenti bersikap baik padaku, aku tak akan mencintainya sebelum ia benar-benar bisa berbicara.”

Diary Dika
Tuhan, sekarang Dika sadar kenapa ayah benci Dika, karena Dika bisu, benarkan Tuhan??
Ayah malu punya anak bisu macam Dika, ayah akan mencintai Dika jika dika udah bisa berbicara.
Dika bisu dan dika sadar selamanya Dika tak akan pernah bisa bicara.
Itu berarti selamanya ayah tak akan sayang sama Dika.
Tapi tunggu, bukankah keajaiban itu ada??
Tuhan, Dika pingin banget bisa bicara, dan bilang kalau Dika sayang ayah dan bunda.
Sehari ajah tuhan, Dika mohon.setelah itu dika bisu lagi juga gak apa2
Asal ayah bisa dengar kalau dika sayang ayah..
Dika percaya keajaiban karena Dika percaya Tuhan itu ada..


============================

“Bagaimana keadaan putra saya Dok?” Tanya Ria pada seorang Doktor yang menangani Dika.
Satu jam setelah Dika mencurahkan perasaannya pada Tuhan, ia merasakan sakit dikepalanya, karena tak ingin membuat sang bunda cemas, Dika memilih untuk tak menceritakan semuanya.
Dika membaringkan tubuhnya diranjang, sakit dikepalanya semakin terasa, ia menutup matanya berlahan, sebelum semuanya hitam dan gelap, Dika pingsan.

“Kondisi putra ibu sangat mengkawatirkan, putra ibu terkena tumor otak, dan kemungkinan sembuh sangatlah minim,”
Seketika tubuh Ria melemas mendengar pengakuan sang doktor, bagaimana bisa anaknya yang masih sangat kecil terserang penyakit mematikan seperti ini.

Ria terduduk disamping ranjang Dika, ditatapya Dika yang tertidur pulas, mungkin ia sangat lelah.
Ria mengelus lembut rambut hitam Dika, air matanyapun tak kuasa ia teteskan.

“Dika jangan takut, semuanya akan baik-baik saja, Bunda akan selalu disamping Dika sampai kapanpun, kalaupun nanti Dika pergi, Dika gak usah cemas, disana Tuhan pasti akan menjaga Dika, apapun yang dika minta pasti Tuhan beri,tapi Dika harus tetap kuat dan tersenyum.” Ria menghapus air matanya yang terjatuh, dengan lembut diciumnya kening Dika yang dingin.

“Bunda sayang Dika.”
Matanya memang terpejam tapi dengan jelas Dika mendengar setiap kata yang diucapkan sang bunda.

Diary Dika
Tuhan tumor otak itu apa?
Apa penyakit itu sangat parah??
Kalau tidak, kenapa bunda nangis waktu cerita tentang penyakit Dika?
Kenapa Doktor bilang sama bunda, umur Dika gak akan lama lagi??
Apa itu berarti Dika akan pergi??
Pokoknya Dika gak mau pergi, sebelum ayah sayang sama Dika.
Titik...

==============================

Dengan perasaan tak menentu, Ray melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah Dika, matanya menatap sekeliling, menyaksikan beberapa orangtua yang menunggu anaknya pulang sekolah.
Ini kali pertama ray menyembut Dika sepulang sekolah, kalau saja Ria tak meohon padanya dan menangis mungkin selamanya ia tak akan pernah menginjakkan kakinya disekolahh yang penuh dengan ketidaksempurnaan.

“Kamu pasti ayahnya Dika?” seorang perempuan seusia Ria berdiri didepannya, Ray mengangguk pelan.
“Tau dari mana?” tanyanya bingung.

Wanita itu tersenyum tipis, “Saya Lisa, gurunya Dika, dika cerita banyak tentang ayahnya yang tampan dan baik hati.”
Ray menghernitkan keningnya bingung, tampan dan baik hati, bagaimana bisa dika berkata seperti itu, mengingat dirinya yang selalu kasar pada Dika.

“Dika Bisu, dia gak mungkin mengatakan saya baik dan tampan.”
“Dika memang bisu, tapi dia tidak buta,” Lisa meraih sesuatu dari tas hitamnya, secarik kertas putih yang langsung ia sodorkan pada Ray.
“Dika selalu menulis dikertas itu, saat ingin berkomunikasi dengan saya.”
Berlahan Ray membacanya.

Bu guru ayah Dika tampan Loh, gak kalah dech ama david bekam (David beckham maksudnya),,
Selain itu ayah dika juga baik loh bu, walaupun ayah gak pernah nganter Dikka sekolah, tapi Dika tau suatu saat nanti pasti ayah mau jemput Dika pulang sekolah, terus main bola bareng Dika dan beliin Dika es krim...
Bu guru nanti kalau ketemu sama ayah Dika, bu guru gak boleh naksir yahh, Dika tau bu guru pasti jatuh cinta ama ayah dika yang ganteng dan baik, tapi ayah Dika udah punya bunda, bunda dan ayah akan selalu selamanya,,,

Bu guru, Dika sayang banget sama mereka... Dika pingin selamanya disisi mereka..
Disisi bunda Dika yang cantik dan ayah Dika yang baik dan ganteng...
Oh yah, Dika mau ucapin makasih ama bu guru, yang udah setia degerin setiap cerita Dika..
Dika juga sayang bu guru, nanti kalau Dika pergi, bu guru jangan lupain Dika yah, dan maaf kalau Dika punya banyak salah sama ibu.
bu guru, nanti kalaiu Dika benar-benar pergi, bu guru jangan cerita sama ayah yah, kalau Dika sering cerita tentang ayah, Dika gak mau ayah marah dan benci Dika,
Ini cukup jadi rahasia kita yah bu, Dika percaya sama bu guru.
Bu guru percayakan ayah Dika ganteng dan baik???

Entah mengapa setelah membaca semua yang dituliskan Dika diselembar kertas putih itu, air mata Ray seketika terjatuh.
Ini kali pertama Ray menangis, dan ia menangis karena Dika, mungkinkah ia telah menyadari kesalahan besar yang selama ini ia lakukan pada Dika??
Ia mengkapus air matanya, melipat kertas putih itu dan mengembalikannya pada Lisa yang langsung menerimanya.

“Saya tau, anda selalu kasar pada Dika, tapi saya salut, sebesar apapun anda membencinya, sedikitpun Dika tak pernah membenci anda, seharusnya anda bangga pada Dika, Dia adalah malaikat kecil yang tak berdosa,” Lisa menatap kearah Dika yang berlari kearah keduanya, dika tersenyum senang mendapati ayahnya menjemputnya.

Dika segera memeluk Ray senang sesampainya disana, Ray terdiam tak bersuara.
Dika memang sering memeluknya seperti ini, tapi kali ini pelukan itu begitu hangat dan nyaman, berlahan Dika melepaskan pelukannya.
Dika menatap Lisa yang buru-buru measukka kertas ditangannya kembali ketas hitamnya, ia tersenyum tipis pada Dika yang mencoba menuliska sesuatu pada kertas kecil yang diraihnya dari saku seragamnya. Tak beberapa lama kertas itu telah berpindah ketangan putih Lisa.

Bu guru, ayah Dika ganteng kan??

Lisa tersenyum lebar saat mendapati apa yang dituliskan murid kesayangannya itu. Lisa mengembalikan kertas itu kembali pada Dika, setelah ia menulis balasan untuk Dika dikertas putih itu. Ray menatap keduanya yang masih berkomunikasi lewat kertas.
Iya, ayah Dika tampan.. sangat tampan...

Iya sangat tampan dan baik, Dika bangga jadi anak ayah, sekarang teman-teman Dika pasti iri sama Dika , karena Dika punya ayah yang tampan dan baik.

Mereka yang sehharusnya bangga memiliki anak sepertimu Dika, ibu bangga padamu.

Terimakasih, Dika sayang BU GURU.

Ibu juga sayang Dika.

===============================

Sepajang perjalanan pulang, Rey terus menatap Dika yang berjalan disampingnya, senyuman senang tak pernah lepas dari bibirnya.
Dika melompat-lompat kecil, menendang pelan setiap krikil didepan kakinya, sesekali ia tersenyum pada sang ayah yang menatapnya tajam.

“Kamu kenapa?” Tanya Ray sembari berhenti dipinggir trotoar yang diikuti langsung oleh Dika.
Dika tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya, senyum manis masih menghiasi bibirnya.
Beberapa mobil dan kendaraan lainnya berlalu lalang didepan mereka, hingga lampu lalu lintas itu berubah warna merah, semua kedaraanpun terhenti..
Dika meyebrang santai disamping kiri Ray, Ray menatapnya sejenak, beberapa manusia ikut menyebrang bersama mereka, setibanya ditengah Ray mencoba meraih tangan Dika dan menggenggamnya.
Dika terdiam tak percaya, ini kali pertama sang ayah menggenggam tangannya, hati kecilnyapun berlonjak-lonjak kegirangan.
Hingga akhirnnya mereka sampai diseberang, sepanjang perjalanan tangan Ray tak pernah lepas dari jemari kurus Dika, merekapun tiba disebuah taman yang cukup besar, dan berhenti.
Taman ini memang selalu Dika lalui setiap kali pulang sekolah bersama bunda, dan taman inilah tepat Dika melepas kegundahan hatinya.

“Kamu mau ice krim?”Tanya Ray saat mendapati tukang Ice krim yang tak jauh dari tempat berdiri mereka, dengan cepat Dika mengangguk.
Ray melepas pegangan tangannya, “Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana!” seru Ray lagi pada Dika yang kembali mengangguk, Raypun segera berlalu menghampiri sang penjual ice krim.
Tak beberapa lama Ray tiba dengan ice krim coklat ditangannya, disodorkannya ice krim itu pada Dika sesampainya disamping anaknya. Dika meraihnya dan langsung menyantapnya. Untuk kali pertama Ray tersenyum tipis melihat Dika yang dengan lahapnya menyantap ICE Krim pemberiannya.Merekapun sempat bermain bola, sebelum kembali kerumah.
Entah mengapa hari ini sikap ray, sangat jauh berbeda, iapun tak malu megenalkan dirinya sebagai ayah Dika pd beberapa orang yang menanyakan mereka.
Dika tak menyangka apa yang ia impikan selama ini ternyata terwujud.

Dika terduduk dimeja belajarnya, kepalanya kembali terasa sakit, tapi ia tak peduli, ia berusaha menulis, mungkin itulah tulisan terakhirnya..

Tuhan, tadi ayah jemput Dika disekolah, Dika bahagia banget, teman-teman Dika pada iri kaarena ayah dikka ganteng.
Ayah juga bersedia main bola bareng Dika dan beliin Dika ice krim,
Pokoknya hari ini adalah hari terindah Dika.
Terimakasih tuhan, karena sekarang ayah Dika udah gakk benci lagi sama Dika.
Sekarang Dika udah siap pergi.

Dika berhenti meNulis sejenak, mengurut kepalanya pelan dengan kedua tangan kecilnya.
Tuhan, kenapa kepala dika sakit banget, apa sekarang Dika benar-benar harus pergi??
Walaupun berat tapi dika terima kok, ini pasti yang terbaik untuk Dika.
Eh tapi tunggu, Dika mau nyampein dulu sesuatu.
Buat bunda, bunda adalah bunda terbaik diseluruh dunia,terimakasih untuk seMuanya.
Dika sayang sayang sayang banget sama bunda.
Dan untukk ayah, ayah taukan kalau dika sayang-sayang banget sama ayah,
Ayah janji yah gak akan ngelupain Dika.
Dika harus pergi karena Tuhan nunggu Dika disurga, apapun itu ayah harus tetap tersenyum dan jangan buat bunda Dika sedih yah..
DIKA SAYANG AYAH DAN BUNDA.
Permintaan terakhir Dika Cuma satu ya Tuhan...
Dika pingin banget punya adik, biar bisa nemenin bunda sama ayah dirumah.

===========================

Dika memang tak dapat bicara, cara inilah yang ia lakukan untuk dapat berkomunikasi dengan Tuhan-Nya,dan pada usia 11tahun2bulan10hari, Dika menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan senyum yang menghiasi wajah pucatnya.
Ray membaca semua yang ditulis oleh Dika pada diary biru itu,hatinya seketika tersentuh dan menyesali semua perbuatan kasarnya pada Dika.
Ray melihat gambar buatan tangan Dika dibagian akhir buku, lukisa seorang anak laki-laki yang bergandengan tangan dengan seorang lelaki bertubuh tinggi, dibawah gambar itu terdapat sebuah tulisan kecil...
Dika dan ayah...!!
Dika akan selalu menggenggam tangan ayah, sampai ayah tua nanti.

Ray tak kuasa meneteskan air matanya,bagaimanabisa ia menyia-nyiakan anak sebaik Dika.
Ditatapnya sekeliling kamar Dika yang kini seakan sepi, padahal biasanya setiap Ray pulang kerja ia selalu saja mendengar Dika yang sibuk menghafal kunci gitar, bayangan Dika tersenyum, tertawa berlari kecil megelilingi Ray, terliang jelas dimatanya.
Semuanya telah terlambat, dika telah pergi dan ia tak akan kembali lagi.
Ditaruhnya bbuku itu diatas meja belajar Dika, lalu Ray meraih kkotak sepatu yg sempat ia tolak dari Dika, ray terduduk dipinggir ranjang Dika, dan mecoba menjajalkan sepatu hitam itu, sedikit kebesaran memang, tapi Ray sangat menyukainya.

“terimakasih Dika untuk semuanya, dan maaf bila selama ini ayah selalu kasar sama kamu, ayah menyesal telah melakukan semua itu, mungkin ayah adalah orangtua terkejam didunia ini, seharusnya ayah yang menggandeng tangan Dika dan nganterin dika sekolah, tapi justru ayahlah yang selalu membuat Dika menangis, seharusnya ayah saja yang pergi, bukan kamu dika, jalan kamu masih panjang, masih banyak ,mimpi yang harus kamu raih, Ayah sayang Dika.kamu dengar itu Dika, AYAH SAYANG DIKA.”
Air matanya mengalir bersama dengan suaranya yang bergetar.
Walaupun terlambat,tapi Dika cukup bahagia, karena sekarang ia tau, bahwa ayahnya sangat menyayanginya.
Kini senyuman yg selalu menghiasi keluarga kecil itu telah pergi, hanya tinggal kenangan manis disana. When the Smile’s Gone, you never know where to found it again?

5THN Kemudian..

Doa terakhir dika untuk memiliki adik akhirnya terkabulkan, setengah tahun setelah kepergian Dika, Ria dinyatakan hamil, Sembilan bulan kemudian, Ria melahirka bayi prempuan yang sangat manis, yang selalu mereka panggil Diana.
Kini diana tubuh menjadi anak yang cukup lincah, wajahnya tak jauh beda dengan Dika, ia selalu menampakkan senyum dibibir tipisnya.
5tahun berlalu sudah, walau sulit, kenangan tentang Dika sedikit terlupakan dengan kehadiran Diana.
Tapi sampai kapanpun, Dika tetaplah senyum untuk Ria dan Ray.

0 komentar:

Post a Comment

BERKOMENTAR SESUAI PERLUNYA. MEMPUNYAI PERTANYAAN ATAU PERMINTAAN, SILAHKAN KOMENTAR